MORUT, Sulawesi Tengah - Polres Morowali Utara (Morut), Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) diharapkan tetap menjadi pengayom masyarakat, tidak malah menjadi pengayom investasi.
Hal ini terkait dengan penahanan dua warga Desa Bunta, Kecamatan Petasia Timur, Kabupaten Morut, yakni M. Yahya alias Papa Fauzan dan Ancong alias Papa Adi. Mereka ditahan karena memprotes keras tindakan perusahan tambang nikel yang beroperasi di daerah itu, PT. Gunbaster Nickel Industri (GNI).
Syahrudin Ariestal Douw, SH, selaku kuasa hukum para warga tersebut, menuturkan, protes tersebut bermula saat PT. GNI dan perusahaan kontraktornya menggunakan jalan yang dibangun di atas lahan warga bernama Saharudin.
“Lahan tersebut adalah lahan yang memiliki bukti kepemilikan. Lahan milik Pak Saharudin itu kosong, kemudian antara Saharudin dan M. Yahya membuat perjanjian tertulis pinjam pakai lahan yang dibuatkan jalan oleh Pak Yahya untuk kepentingan mengeruk material di atas izin usaha pertambangan miliknya, ” terang Syahrudin dalam releasenya yang diterima media ini, Rabu (15/09/2021.
Dijelaskannya, dari perjanjian antara M. Yahya dan Saharudin itu, maka dibangunlah jalan pribadi menggunakan uang pribadi Yahya.
“Belakangan, PT. GNI dan perusahaan kontraktornya, tanpa izin Pak Yahya dan Saharudin ikut menggunakan jalan yang dibangun pribadi tersebut. Jalan yang dibangun oleh Yahya dan Saharudin itu tidak pernah dibantu menggunakan Dana Desa maupun Dana APBD, ” tegas Etal, sapaan akrab pemilik kantor advokat TM. ETAL & Partners itu.
Lebih jauh dijelaskan, karena jalan tersebut digunakan oleh perusahaan, maka mengalami kerusakan. Atas kerusakan yang terjadi, maka Yahya dan Saharudin meminta agar perusahaan memperbaiki.
“Tapi perusahaan tidak pernah memiliki etikad baik memperbaiki jalan yang dibangun oleh Pak Yahya. Padahal Pak Yahya sudah menawarkan kerja sama memperbaiki jalan, tetapi hasilnya nihil, ” ungkapnya.
Karena hal tersebut, lanjut dia, Pak Yahya lalu mengambil langkah tegas dengan melarang perusahaan menggunakan jalan. Bentuk protesnya adalah melubangi jalan yang dia bangun agar mobil-mobil perusahaan tidak melewati jalan tersebut.
Sayangnya, langkah protes Yahya berbuntut penjara. Pihak perusahaan melaporkan Yahya melakukan pengrusakan jalan umum.
“Polres Morut dengan gesit memproses laporan perusahaan dengan menahan Pak Yahya dan Ancong pada tanggal 19 Augustus 2021 hingga sekarang, ” katanya.
Atas peristiwa tersebut, pihaknya selaku kuasa hukum Yahya dan Ancong mengambil langkah hukum dengan mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri Poso tanggal 24 Augustus 2021 dengan Nomor Registrasi: 118/Pdt.G/2021/PN.Poso dengan PT. GNI selaku tergugat serta turut tergugat Polres Morowali Utara sebagai pihak yang turut melakukan pembiaran.
“Turut tergugat Kades Bunta yang mengetahui dan mengesahkan kepemilikan lahan Pak Saharudin dan perjanjian antara Saharudin dan M. Yahya. Proses persidangan telah berjalan dua kali, dan tahapan mediasi gagal, ” kata Etal.
Dalam keterangannya itu ditambahkan, PT. GNI juga melakukan penggusuran lahan bersertifikat hak milik dan pengrusakan tanaman kakako sebanyak 200 pohon.
“Sertifikat atas nama Saharudin itu sah Nomor: 01220 tanggal 4 April 2009. Tapi sayangnya pihak Polres seakan tutup mata dan tidak melindungi hak keperdataan masyarakat. Kami mengecam dan akan menempuh upaya hukum terhadap perilaku diskriminatif dalam penegekan hukum di Morowali Utara, ” tandasnya.
Terkait hal tersebut, Management PT.GNI, Anto selaku manager HRD yang dikonfirmasi via WhatsApp di No.+62 813-2584-xxxx, tak memberikan keterangan apapun. Ia lebih memilih bungkam diam seribu bahasa, padahal tampak terbaca dan muncul centrang dua biru pada layar WA yang di kirim.
(Patar JS)